BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sebagai suatu kegiatan profesional dan
ilmiah, pelaksanaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan
sebagai acuannya. Teori diartikan sebagai prinsip-prinsip yang dapat diuji
sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk melaksanakan penelitian dan
pada umumnya diartikan sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang
didukung oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena.
Teori yang baik mempunyai kriteria
sebagai berikut: jelas, komprehensif, parsiminous atau dapat menjelaskan data
secara sederhana dan jelas, dan dapat menurunkan penelitian yang bermanfaat.
Adapun fungsi teori antara lain: memberikan kerangka kerja bagi informasi yang
spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks menjadi sederhana, menyusun
pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan penemuan-penemuan,
melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan memberi penjelasan.
Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan
dasar pribadi, sosiologis, dan filosofis. Suatu teori mencerminkan kepribadian pembuatnya,
sebagai suatu hasil proses waktu, kondisi kekuatan sosial dan budaya dan
filsafat yang dianut pembuatnya. Teori-teori konseling muncul bersamaan dengan
munculnya konseling itu sendiri sejak permulaan abad 20. Sebagaimana dikatakan
di atas, pemunculan suatu teori berkaitan dengan pribadi pembuatnya, waktu dan
tempat, kondisi sosial budaya dan filsafat. Demikian pula pemuculan teori-teori
konseling mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas.
2. Rumusan Masalah
1. Macam –
macam teori – teori dalam Bimbingan Konseling
2. Bagaimana
Bimbingan Konseling dalam perspektif islam
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Macam – macam teori BK
A. Teori Gestalt
1. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar
pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan konsep-konsep
seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan
pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Terapi di arahkan
bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah demi
selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang
pertumbuhan pribadinya sendiri.
Gestalt
memandang manusia dalam keterlibatannya untuk mencapai keseimbangan,
bilamana kehidupannya terganggu oleh kebutuhan dunia, gangguan ini akan
menimbulkan ketegangan dan diperlukan keseimbangan untuk mengurangi dan
menghilangkan ketegangan tersebut. Dalam keadaan sehat seseorang akan mampu
menerima dan bereaksi terhadap keadaan dunia. Tetapi kalau keadaannya menjadi tidak
seimbang, maka akan timbul ketakutan dan menghindar untuk mengetahui /
menyadari. Jadi aktivitas yang menandai ciri-ciri seimbang dan sehat tidak ada
maka perlu penyadaran ulang agar keseimbangan tercapai. Untuk itu diperlukan
teknik agar seseorang membukakan diri secara langsung terhadap pengalaman yang
berkaitan dengan pikiran, perasaan dan tindakan sekarang ini.
Pandangan teori dan terapi Gestalt
terhadap manusia, sama halnya dengan pandangan eksistensialistik-humanistik,
ialah positif bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu dan
manusia adalah makhluk yang mampu mengurus diri sendiri. Manusia dilihat
sebagai keseluruhan.
Di dalam rangka
terapi Gestalt, pandangan terhadap manusia, menurut Passans (1975) adalah
sebagai berikut :
- Manusia adalah keseluruhan dari komposisi
bagian-bagian yang saling berhubungan.
- Manusia adalah bagian dari lingkungannya
sendiri.
- Manusia memilih bagaimana ia memberi respons
terhadap rangsangan, dalam hal ini manusia adalah aktor.
- Manusia memiliki kemampuan untuk menyadari
sepenuhnya terhadap semua penginderaan, pikiran, emosi, dan pengamatan.
- Manusia mampu melakukan pilihan karena
adanya kemampuan menyadari ini.
- Manusia tidak bisa mengalami dirinya
sendiri, terhadap hal yang sudah lampau atau hal yang akan datang, ia
hanya dapat mengalami dirinya sendiri sekarang.
- Manusia menjadi baik / buruk bukan dari
dasarnya.
2. Saat Sekarang
Bagi Gestalt tidak ada yang ada kecuali sekarang, karena
masa lampau telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang
penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya
pada disini dan sekarang ( Here and Now). Dalam pendekatan ini, kecemasan
dipandang sebagai kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian (Now and Then).
Kecemasan timbul karena individu menyimpang dari saat sekarang (now) dan
disibukkan oleh pemikiran-pemikiran tentang masa datang. Kesibukan ini
menimbulkan gambaran tingkat ketakutan atas berbagai hal buruk yang akan
terjadi. Kesadaran bahwa kecemasan hanya merupakan suatu ketidak senangan dan
bukan suatu kencana, merupakan awal dari penyadaran akan dirinya. Penyadaran
adalah suatu bentuk pengalaman, penyadaran yang berlangsung terus-menerus dan
tidak terputus akan mencapai pemahaman.
Ada beberapa
ciri-ciri penyadaran, yakni :
- Penyadaran akan efektif jika didasarkan pada
dan didorong untuk kebutuhan sekarang yang dominan pada seseorang.
- Penyadaran tidak lengkap tanpa mengetahui
langsung keadaan sebenarnya
- Penyadaran selalu berada disini dan sekarang
serta selalu berubah. Kejadian yang telah lewat sekarang muncul sebagai
ingatan, yang akan datang tidak ada kecuali sekarang sebagai khayalan /
harapan. Jadi penyadaran di artikan sebagai pemahaman terhadap apa yang
dilakukan sekarang, pada situasi yang ada sekarang.
3. Urusan Yang Tidak Selesai
Dalam pendekatan Gestalt terhadap konsep
tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan yang tidak terungkap
seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa
berdosa, rasa di abaikan. Meskipun tidak bisa di ungkapkan, perasaa-perasaan
itu di asosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena
tidak terungkapkan di dalam kesadaran perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada
latar belakang dan dibawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang
menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan
yang tak selesai itu akan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan
yang tak terungkap itu.
4. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah karena terjadi pertentangan top dog dan
keberadaan under dog. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut,
mengancam. Under dog adalah keadaan membela diri, tidak berdaya, lemah, ingin
dimaklumi. Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara
apa-apa yang harus dan apa-apa yang diinginkan.
Ciri-ciri
tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
- Terjadi pertentangan antara keberadaan
sosial dan biologis.
- Ketidak mampuan individu mengintegrasikan
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.
- Melarikan diri dari kenyataan.
- Menolak hubungan dengan lingkungan.
- Memelihara unfished bussiness.
5. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani
menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi.
Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan / orang lain menjadi percaya diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang
bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan
baru memanfaatkan sebagian dari potensinya yang dimiliki, melalui konselor,
membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih
spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
a.
Membantu klien agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta
mendapatkan insight secara penuh.
b.
Membantu klien menuju
pencapaian integritas kepribadiannya.
c.
Mengentaskan klien dari
kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain dan mengatur diri
sendiri.
d.
Meningkatkan kesadaran
individual agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt,
semua situasi bermasalah (unfished bussines) yang muncul dan selalu akan muncul
dapat diatasi dengan baik.
6.
Deskripsi
Fase-Fase Konseling
a. Fase Pertama
Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar
tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada
klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena
masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
b. Fase Kedua
Konselor berusaha menyakinkan dan mengkondisikan klien untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua
hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
1.
Membangkitkan motivasi klien,
dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidak senangannya /
ketidak puasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya
semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga semakin
tinggi pula keinginannyauntuk bekerja sama dengan konselor.
- Membangkitkan dan mengembangkan otonomi
klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran
konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung
jawab.
c. Fase Ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada
saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan
perbuatan pada masa lalu, dalam situasi disini dan saat ini.
d. Fase Keempat
Setelah
klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling.
Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki
kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang,
sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya,
pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Dalam
situasi ini klien sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk melepaskan diri
dari konselor, dan siap untuk mengembangkan potensi dirinya.
7 . Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan
klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses
konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses
konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu klien
memperoleh kesadaran secara penuh.
B. Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Menurut teori
ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus
dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.
Faktor lain
yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
respons pun akan tetap dikuatkan.
·
Kelebihan dan
Kekurangan Teori Belajar
Teori behavioristik sering kali tidak
mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons. Teori ini tidak mampu
menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan stimulus dan respons ini
dan tidak dapat menjawab yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara
stimulus yang diberikan dengan responsnya. Namun, kelebihan dari teori ini
cendrung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan
tidak produktif. Pandangan teori bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau snapping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran,
bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut
siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu
jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas
belajarnya.
C. Teori Yang Berpusat Pada
Klien Dalam Pelaksanaan BK
1. Konsep pokok
Menurut Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah
konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan
bahwa konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi
konsepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran.
Teori
kepribadian Rogers yang disebut sebagai “the self theory” yaitu:
- Tiap individu berada di dalam dunia
pengalaman yang terus menerus berubah, dan dirinya menjadi pusat.
- Individu mereaksi terhadap lingkungannya
sesuai dengan apa yang dialami dan ditanggapinya.
- Individu memiliki satu kecendrungan atau
dorongan utama yang selalu diperjuangkannya, yaitu mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan memperluas pengalamannya.
- Individu mereaksi terhadap gejala kehidupan
dengan cara keseluruhan yang teratur.
- Tingkah laku atau tindakan itu pada dasarnya
adalah suatu usaha mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan
yang dialami dan dirasakan.
- Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha
individu mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara
dan mengembangkan dirinya.
- Cara yang terbaik untuk memahami tingkah
laku seseorang ialah dengan jalan memandang dari segi pandangan
individu-individu itu sendiri.
2. Proses Konseling
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit tekhnik,
akan tetapi menekankan sikap konselor. Tehknik dasar adalah mencakup,
mendengar, dan menyimak secara aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi
klien. Konseling berpusat pada klien tidak menggunakan tes diagnostik,
interpretasi, studi kasus, dan kuesioner untuk memperoleh informasi.
Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan jalan wawancara, terapi permainan, dan
terapi kelompok, baik langsung atau tidak langsung. Keberhasilan terapi tergantung
kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur biologis klien,
lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.
3. Kritik dan Kontribusi
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
- Terlalu menekankan pada aspek afektif,
emosional, perasan sebagai penutup perilaku, tetapi melupakan faktor
intelektif, kognitif, dan rasional.
- Penggunaan informasi untuk membantu klien,
tidak sesuai dengan teori.
- Tujuan untuk setiap klien, yaitu untuk
memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum, dan longgar sehingga sulit
untuk menilai setiap individu.
- Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan
konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi letak konselor dan klien.
- Meskipun terbukti bahwa konseling “
client-centered” diakui afektif, tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik
tidak lengkap. Terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung
jawabnya.
- Sulit bagi konselor untuk benar-benar
bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Beberapa
kontribusi yang diberikan antara lain dalam:
- Pemusatan pada klien dan bukan konselor
dalam konseling.
- Indentifikasi dan penekanan hubungan
konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
- Lebih menekankan pada sikap konselor
daripada tehknik.
- Memberikan kemungkinan untuk melakukan
penelitian dan penemuan kuantitatif.
- Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam
konseling.
C. Teori Psikoanalisis dalam penerapan BK
Psikoalisis merupakan metode penyembuhan yang lebih bersifat
psikologi dengan cara- cara fisik. Tokoh utama dan pendiri teori ini adalah
stemund freud, ia adalah orang yang telah mengemukakan konsep ketidaksadaran
dalam kepribadian.
Teori
kepribadian menurut Freud, menyangkut 4 hal, yaitu:
- struktur kepribadian
- dinamika kepribadian
- perkembangan kepribadian
- gangguan jiwa
1. struktur kepribadian
menurut freud,
kepribadian terdiri dari 3 sistem, yaitu id, ego, super ego. Id adalah aspek
biologis yang merupakan system kepribadian yang asli. Id berfungsi
menghindari diri dari ketidaksenangan dan mencari atau menjadikan kesenangan
atau kepuasan.
Ada 2 cara id
menghilangkan rasa tidak enak atau mencari kepuasan tersebut, yaitu:
- Dengan refleks atau reaksi- reaksi otomatis
seperti bersin, mengedipkan mata, dll.
- dengan proses primer, misalnya pada waktu
lapar maka id membayangkan ada makanan yang lezat.
Ego
adalah aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk
berhubungan dengan dunia kenyataan.
Perbedaan ego
dan id adalah kalau id mengenal bayangan subyektif sedangkan ego dapat
membedakan sesuatu yang hanya ada dalam subyektif dan sesuatu yang ada dalam
dunia objektif.
Super ego
merupakan aspek sosiologis yang mencerminkan nilai- nilai tradisional serta
cita- cita masyarakat yang ada dalam kepribadian individu.
Fungsi super
ego dalam hubungannya dengan id, dan ego adalah:
- merintangi impuls- impuls id, terutama
impuls seksual dan agresif yang peryataannya sangat dipengaruhi oleh
mastarakat.
- mendorong ego untuk lebih mengejar hal- hal
yang moralitas daripada realitas.
- mengejar kesempurnaan.
2. Dinamika
Kepribadian
Dinamika
kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta
digunakan oleh Id, Ego, Super Ego.
Freud
berpendapat, bahwa energi psikis dapat dipindahkan dari energi fisiologis dan
sebaliknya. Jembatan antara energi tubuh dengan kepribadian ialah id dan
insting.
Ada 3 istilah
yang banyak persamaannya, yaitu insting, keinginan dan kebutuhan. Insting
adalah sumber perangsang somatic dalam yang dibawa sejak lahir.
Insting
mempunyai 4 sifat yaitu:
- sumber, yaitu kondisi jasmaniah.
- Tujuan, tujuan insting ialah menghilangkan
rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakkenaan yang timbul karena adanya
tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat di tiadakan.
Misalnya, tujuan insting lapar ialah menghilangkannya dengan cara makan.
- Objek insting objeknya adalah segala
aktivitas yang mengantarai keinginan dan terpenuhinya keinginan tersebut.
3. perkembangan kepribadian
kepribadian
menurut Freud mulai terbentuk pada tahun- tahun pertama di masa kanak- kanak.
Kepribadian berkembang sehubungan dengan 4 macam pokok sebagai sumber
ketegangan, yaitu: [1] proses pertumbuhan psikologi [2] frustasi [3] konflik
[4] ancaman.
Sebagai akibat
adanya tantangan dari ke-4 hal tersebut, individu berusaha untuk menemukan atas
belajar cara- cara baru dalam meredakan ketegangan inilah yang disebut
perkembangan kepribadian.
4. Gangguan Jiwa
Psikoanalisis
membedakan 2 macam gejala gangguan jiwa, yaitu:
- psikoneorose dan psikose. Psikoneorose
disebabkan oleh kegagalan ego untuk mengontrol dorongan id, karena ego
tidak berhasil memperoleh kesepakatan. Psikoneorose dikelompokkan menjadi
3 yaitu histeri, psikastenia, reaksi kecemasan.
- Psikose dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu
psikos fungisional terdiri dari 3 jenis yaitu manic – defressive,
paranoia, shizopherenia, psikos organic terdiri dari implutional
melanchcholia, senile.
2. Bimbingan
Konseling dalam Perspektif Islam
Berbicara tentang agama terhadap
kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas
dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan
yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni
dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa
manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton.
Dengan kata lain manusia diharapkan saling
memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri,
sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi
perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
“Berkata
orang-orang tiada beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah
mukjizat dari Tuhannya?”
Jawablah
:”Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang
bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27)
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami
bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa,
tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar
manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain
membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses
pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan”
dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk
menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun
satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat
agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian
pada proses bimbingan,. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau
petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti
yang tertuang pada ayat-ayat berikut :
“Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan
dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”
(At-Tiin :4-5)
Ada beberapa
ayat yang lebih khusus menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi
keluarganya.
“Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (As-Syu’ara:214)
Sedangkan pada
beberapa Hadits yang berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya :
“Tiap-tiap
anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang
menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)
“Seseorang
supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik
daripada bersedekah satu sha” (HR At Turmudzi)
Selanjutnya
yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah
adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa
jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
- Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat
krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan
pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
- Konseling fasilitatif, dalam menghadapi
kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan
untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan
pergaulan social.
- Konseling preventif, dalam mencegah sedapat
mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual,
pilihan karir, dan sebagainya.
- Konseling developmental, dalam menopang
kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian,
percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan
bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari
diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah
yang harus diperbuat individu.
Dalam konsep Islam, pengembangan diri
merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu
mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu
pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.
“…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)
BAB III
PENUTUP
3.1
.Kesimpulan
1. Macam – macam
teori – teori dalam Bimbingan Konseling
- Terapi Gestalt
- Teori Behavioristik
- Teori Yang Berpusat Pada Klien
Dalam Pelaksanaan BK
- Teori Psikoanalisis dalam
penerapan BK
2.
Bagaimana Bimbingan Konseling dalam perspektif islam
Dalam konsep
Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat
disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga
menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia
disisi Allah SWT.
“…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)
Daftar
Pustaka
Agustian, Ary
Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual–
ESQ.Jakarta : Penerbit Arga.
Daradjat,
Zakiah. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta : Toko Gunung Agung.
Daradjat,
Zakiah. 2002. Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang.
Hartati,
Netty.dkk. 2003. Islam dan Psikologi. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Mappiare AT.,
Andi. 2002. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Nasir, Sahilun
A. 2002. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja.
Jakarta : Kalam Mulia.
Saleh, Abdul
Rahman; Wahab , Muhbib Abdul. 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam. Jakarta : Kencana.